Bismillahirrahmanirrahiim
Kamis,
12 September 2013, tidak terasa sebentar lagi liburan akan berakhir. 3 hari,
sisa waktu yang ada untuk pekan liburan kali ini. Otak pun akan kembali
menjalani kewajibannya seperti biasa, berpikir dan terus berpikir untuk mencapai
ideologi yang menurutnya benar.
*tiba-tiba
teringat oknum ‘v’ dengan bahasa intelek nya*
Hah. Lupakan lah.
Liburan
disini menghasilkan beraneka ragam cerita dan emosi, dari rasa senang, sedih,
haru, gugup, kecewa, marah, takut, dan
kebersyukuran yang tiada akhir. Dari cerita berkumpul bersama
teman-teman lama yang pernah melukis kisah semenjak TK, atau ketika tertawa
bersama saat bertemu lagi dengan teman SD, atau ketika saling bertukar film
dengan segala antusiasme dengan teman SMP,
dan cerita tentang surpise
yang terbingkai kehangatan dengan teman-teman SMA. Semuanya selalu menarik,
penuh dengan keterkejutan dan kegembiraan.
Sedang
beberapa emosi negative yang saya
tuliskan sebelumnya hanyalah refleksi dari cerita saya saat sedang sendiri dan
merenungi kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan.
..
..
..
Ada
saat dimana saya dan teman akrab saya, Chopish, sedang berjalan-jalan bersama
dan tiba-tiba saya merasakan kondisi tubuh saya menurun karena sedang menerima ‘tamu
bulanan’ di hari pertama. Bagaimana kami akhirnya singgah di pinggir jalan hanya
untuk menenangkan saya yang saat itu sedang mual akut. Tidak peduli bagaimana
orang lain memandang saat itu. Sesampainya di rumah langsung istirahat dan saya
tahu bahwa mama terus bolak-balik masuk kamar saya hanya untuk memastikan
kondisi anaknya telah membaik.
Ada
saat dimana saya bersikeras pergi untuk ikut memberikan surprise ulangtahun disaat mama sedang melarang saya pergi karena
kondisi yang lagi-lagi sedang menurun. Namun kali ini hanya terserang flu dan
batuk. Saya tidak pernah menyesalinya, karena disana adalah saat saya berkumpul
kembali dengan beberapa teman-teman SMA yang jarang saya temui. Namun,
sepulangnya dari acara itu, entah karma atau apa, demam tinggi seketika
langsung menyerang. Malam itu abah merawat dengan penuh perhatian, bahkan
sampai rela membelikan obat disaat jam telah menunjukkan pukul 11 malam. Mama
mungkin masih merajuk, tapi pagi nya saya tahu dan merasa kalau mama sering
menaruh telapak tangannya di dahi dan memastikan apakah demam telah menurun
atau tidak. Pun mama pula yang menyiapkan obat, bubur, dan sebagainya. Saya
bukan orang yang rajin meminum obat, tanpa adanya perintah mama, obat tidak
akan tersentuh.
Ada
saat dimana saya dan nida pergi berdua menembus malam di penghujung sucinya bulan Ramadhan.
Rasanya bermalam di mesjid untuk beri’tikaf, dan akhirnya pulang menginap di
rumah icoy ketika waktu telah menunjukkan pukul 5 pagi. Bagaimana rasanya
mengendarai motor berdua di pukul 3 pagi hanya untuk mencari makanan sebagai
modal kekuatan untuk puasa di keesokan harinya.
Ada
pula saat saya pergi ke rumah sakit untuk tes darah dan akhirnya ditemani oleh
nida karena saya kehilangan bukti pembayaran. Kami pun mencari seorang kenalan dari
keluarga nida yang dapat membantu memecahkan permasalahan, hingga akhirnya
menemukannya dan ketika pulang nida baru sadar bahwa ia telah salah orang.
Haha. Saya baru menyadari betapa bingungnya wajah orang itu ketika nida tengah
menceritakan tentang keluarganya. Tetapi saya tahu bahwa ia adalah orang yang baik,
karena ia tetap membantu kami dan tetap merahasiakan bahwa kami tengah salah
orang disaat itu.
Ada
saat ketika saya pergi ke pantai bersama keluarga, kali ini dengan keluarga
dari abah. Keluarga besar. Karena abah berasal dari 10 bersaudara. Saling
mengenal kembali dan bernostalgia dengan masa kecil, karena ketika dewasa kami
sudah mulai jarang bertemu. Rasanya bermain dengan sepupu sampai malam di
pantai.
Ada
saat ketika saya tengah diperiksa oleh dua orang dokter muda dan ternyata salah
satu dari mereka adalah anak dari teman mama. Hanya saja mama berhasil mengingatnya
ketika telah pergi dari rumah sakit tersebut. Bagaimana malunya saat itu karena
mama bahkan dengan ceplas-ceplosnya bercanda dengan dokter-dokter tersebut
bahkan sampai meminta doa agar anaknya ini bisa segera menemukan jodoh. Baik,
rasanya saat itu saya ingin segera berlari dan kabur dari ruangan. Tapi ya
sudahlah, karena mereka pun sangat easygoing
, suka bercanda dan bersahabat. Bahkan lucunya, saya dan mama ikut membantu
dalam membuat laporan diagnostik sang dokter tentang saya. “ Humaira ” – sebutan yang diberikan sang
dokter kepada saya. Tapi saya tahu, setelah itu saya tidak akan pernah bertemu
lagi dengan mereka berdua.
Ada
saat dimana saya sedang bekerja di toko abah untuk menggantikan abah yang
sedang pergi ke Malang untuk mengantar adik kuliah, dan akhirnya saya malah
kebablasan dalam bekerja karena lebih sering berdiam di toko icoy untuk
curhat-curhatan dibanding menjaga toko sendiri. Tapi, ketika pulang malah mengambil
gajih paling besar sendiri, karena kata mama terserah mau ngambilnya berapa
(.__.) à makhluk
curang.
Ada
saat dimana mama seringkali mengatakan, “Seandainya manda disini lebih lama lagi”,
dan yang pada akhirnya berhasil membuat saya menunduk dan mengatakan dalam
hati, “seandainya saja.. “. Hanya, ada beberapa hal dan tanggung jawab
yang masih belum terselesaikan di seberang pulau sana. Satu setengah tahun
lagi, atau bahkan semoga kurang dari itu, dan saya akan kembali lagi kesini
untuk menjalani hidup.
Dan…
Masih banyak kejadian-kejadian lain yang terjadi selama disini.
Saya
pun harus kembali ke Jogja pada hari minggu ini.
Tapi…
Ya,
sudahlah.
Terlalu
banyak menuliskan kata ‘tapi’ pun tidak terlalu baik, karena hanya akan
melemahkan mental untuk menyelesaikan tanggungjawab yang harusnya diemban. Pun
melemahkan perjuangan yang harusnya diselesaikan sampai akhir. Tidak ada yang
pernah salah dari keputusan untuk menyelesaikan study di pulau seberang, karena
pengalaman yang didapat pun akan berbeda dibanding ketika menjalani hidup disini,
yang terus disirami dengan perhatian berlebih dari orangtua. Mungkin saya memang
diajarkan untuk mandiri dalam beberapa tahun terakhir dan akan mendatang nanti,
karena jika terus hidup satu rumah dan tidak pernah berpisah dengan mereka,
maka saya akan terus-terusan menjadi putri yang bisanya hanya merengek kepada
orangtua tanpa tahu apa artinya berusaha.
3
hari yang tersisa ini, semoga bisa menambah bekal kekuatan dalam menjalani satu
semester selanjutnya sebelum akhirnya bertemu lagi dengan semua orang yang
berada disini, Banjarmasin. Semua yang saya sayangi.
Terimakasih, atas..
-
Kisah hidup dengan penuh tawa –
0 comments:
Post a Comment