Dan aku, hanya tidak ingin mengganggu
bahagiamu.
Tuesday, October 29, 2013
Thursday, October 24, 2013
Fighting
Bismillahirrahmannirahiim
Huaaa.. sedih sekali ketika kau mengetahui bahwa dirimu adalah yang terbodoh di dalam kelas.
Jadi cerita nya begini, malam ini
adalah pertemuan ke 3 untuk les bahasa Jerman saya di pusman UGM. Pada
pertemuan awal, semua terasa wajar dan biasa saja. Saya masih sanggup untuk
mengikuti ritme belajar teman-teman sekelas saya yang lain, yang padahal notebene
nya kebanyakan dari mereka telah mempunyai dasar bahasa Jerman yang lumayan
kuat. Sedangkan saya ? Belum ada sama sekali. Saya pun masih kurang mengerti
alasan mengapa mereka memilih level 1 yang seharusnya adalah tempat bagi
seorang pemula seperti saya. Melihat hal itu, ritme belajar bahasa Jerman kami
pun dipercepat oleh coach nya.
Saya yang awalnya hanya melongo sedikit ketika berada di kelas, pada malam ini semakin
lebih melongo lagi dari sebelumnya. Hiks. Benar-benar seperti orang….. bego.
Malam ini kami belajar tentang
angka dalam bahasa Jerman. Karena itu adalah hal yang umum, mungkin bagi mereka yang memang
telah mengenal bahasa Jerman menganggap bahwa materi tersebut adalah hal yang sangat
sepele. Mereka dapat menyebutnnya dengan cepat dan tepat tentang penyusunan dan
pengucapannya. Lah saya ? Masih terbelit-belit dengan aturan penulisan dan
pengucapannya. Otak saya masih memerlukan loading
yang cukup lama untuk memberikan respon balik atas susunan angka-angka
tersebut. Respon terlama adalah ketika coach
nya menyebut angka ribuan dan kami harus mengucapkannya dalam bahasa Jerman.
Misal :
6 = Sechs
16 = Sechzehn
60 = Sechzig
66 = Sechundsechzig
165 = Einhundertfṻndundsechzig
6.145 = Sechtausendeinhundertfṻnfundvierzig
(WTH!)
Dan apesnya saya, saya
mendapat giliran untuk menyebutkan angka ribuan ketika coach nya mendiktekan angka bahasa Indo dan meminta pada
masing-masing anak untuk mentranslate
nya ke dalam bahasa Jerman. Kami hanya diberi waktu sepersekian detik untuk
berpikir. Bahkan sebelumnya untuk menghafal angka 1-12 dan mempelajari cara penyusunan
struktur tulisan, beliau hanya menjelaskannya dalam hitungan kurang dari 5 menit. Bagi mereka yang sudah biasa diajarkan dari dulu, ini hanya lah
sepele mungkin. Lah bagi saya yang baru pertama kali mendengar, ini adalah hal
yang SUPER sekali.
Tuesday, October 22, 2013
Misi ?
Bismillaahirrahmannirrahiim..
Apa yang terjadi jika suatu yang
kau inginkan tiba-tiba berubah menjadi suatu yang kau takuti ?
Pernikahan, misalnya.
Siapa
yang tidak ingin menikah ? Semua pasti menginginkannya, hanya saja ada yang
menginginkannya sekarang, ada pula yang menginginkannya nanti. Saya, termasuk
yang dulunya menginginkan pernikahan pada usia dini. Usia dini yang saya maksud
pun adalah 21 tahun. Ya, saya menginginkan telah mempunyai pendamping hidup
pada umur sekian. Saya berpikir bahwa saya ingin mendidik anak saya secara
total tanpa terpaut umur yang jauh, sehingga kami bisa saling mengerti layaknya
seorang sahabat sebaya.
Tapi..
tiba-tiba perasaan itu berubah, saya menjadi takut. 21 tahun, hanya butuh
beberapa bulan lagi untuk mencapainya. Saya takut bukan karena khawatir tidak
mampu menemukan ‘nya’. Pun bukan takut karena khawatir akan gagal beradaptasi
dengan makhluk yang telah dituliskan Tuhan untuk menemani hidup saya. Karena,
saya percaya bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya menurut
pandangan-Nya. Sebenarnya saya hanya takut.. takut karena harus meninggalkan
mama dan abah di rumah. Takut karena tidak bisa tinggal satu atap lagi dengan
mereka, mereka yang sangat saya sayangi. Takut karena khawatir tidak dapat lagi
merasakan bagaimana rasanya bangun tengah malam dan menyadari bahwa mama tengah
masuk ke kamar hanya untuk mengusap kepala kita. Takut karena khawatir tidak
dapat lagi mendengar lantunan ayat suci yang dibacakan mama sehabis sholat
malam. Takut karena khawatir tidak dapat lagi dibangunkan tengah malam oleh
abah ataupun mama hanya untuk minum obat ketika tengah sakit. Takut karena
khawatir tidak dapat lagi merasakan bagaimana terbangun karena kompres yang
ditaruh mama dikepala ketika tengah demam. Ataupun takut karena khawatir tidak
dapat lagi mendengar panggilan abah yang menyebut nama saya hanya untuk
membangunkan karena waktu sholat shubuh telah masuk. Saya menjadi takut untuk
kehilangan rasa dari semua itu.
Pada
akhirnya saya mengerti.. Kenapa Allah belum ‘mempersadarkan’ saya akan identitas
seorang yang telah Ia titipkan sebagai pembimbing saya dalam hidup ini. Seorang
yang Ia titipkan untuk saya jaga dengan sepenuh hati, seorang yang bahagia -dunia
akhirat- nya yang akan saya jaga dengan erat seerat genggaman tangan anak kecil
pada ibunya. Dan ternyata, jawaban dari semua pertanyaan saya dahulu adalah..
karena memang saya yang masih belum siap untuk melakukan itu. Saya masih belum sanggup
untuk meninggalkan kehidupan saya sekarang yang dipenuhi dengan kehangatan
keluarga dan sahabat. Dan bahkan.. saya tidak tahu kapan kah saya dapat sanggup
dengan semua perubahan yang nantinya kau tawarkan.
Jika
kamu muncul sekarang, tentu saya masih belum mempunyai tenaga untuk berlari ke
arahmu. Sependek apapun jarak yang takdir berikan. Ya, saya hanya masih belum
bisa. Walaupun, saya benar menginginkan dan telah memimpikannya sedari dahulu, tapi ternyata mimpi dan kenyataan itu sekarang bertabrakan.
Fighting
Thursday, October 24, 2013 at 9:53 AM Labels: { curhat, perasaan } {0 comments}
Bismillahirrahmannirahiim
Huaaa.. sedih sekali ketika kau mengetahui bahwa dirimu adalah yang terbodoh di dalam kelas.
Jadi cerita nya begini, malam ini
adalah pertemuan ke 3 untuk les bahasa Jerman saya di pusman UGM. Pada
pertemuan awal, semua terasa wajar dan biasa saja. Saya masih sanggup untuk
mengikuti ritme belajar teman-teman sekelas saya yang lain, yang padahal notebene
nya kebanyakan dari mereka telah mempunyai dasar bahasa Jerman yang lumayan
kuat. Sedangkan saya ? Belum ada sama sekali. Saya pun masih kurang mengerti
alasan mengapa mereka memilih level 1 yang seharusnya adalah tempat bagi
seorang pemula seperti saya. Melihat hal itu, ritme belajar bahasa Jerman kami
pun dipercepat oleh coach nya.
Saya yang awalnya hanya melongo sedikit ketika berada di kelas, pada malam ini semakin
lebih melongo lagi dari sebelumnya. Hiks. Benar-benar seperti orang….. bego.
Malam ini kami belajar tentang
angka dalam bahasa Jerman. Karena itu adalah hal yang umum, mungkin bagi mereka yang memang
telah mengenal bahasa Jerman menganggap bahwa materi tersebut adalah hal yang sangat
sepele. Mereka dapat menyebutnnya dengan cepat dan tepat tentang penyusunan dan
pengucapannya. Lah saya ? Masih terbelit-belit dengan aturan penulisan dan
pengucapannya. Otak saya masih memerlukan loading
yang cukup lama untuk memberikan respon balik atas susunan angka-angka
tersebut. Respon terlama adalah ketika coach
nya menyebut angka ribuan dan kami harus mengucapkannya dalam bahasa Jerman.
Misal :
6 = Sechs
16 = Sechzehn
60 = Sechzig
66 = Sechundsechzig
165 = Einhundertfṻndundsechzig
6.145 = Sechtausendeinhundertfṻnfundvierzig
(WTH!)
Dan apesnya saya, saya
mendapat giliran untuk menyebutkan angka ribuan ketika coach nya mendiktekan angka bahasa Indo dan meminta pada
masing-masing anak untuk mentranslate
nya ke dalam bahasa Jerman. Kami hanya diberi waktu sepersekian detik untuk
berpikir. Bahkan sebelumnya untuk menghafal angka 1-12 dan mempelajari cara penyusunan
struktur tulisan, beliau hanya menjelaskannya dalam hitungan kurang dari 5 menit. Bagi mereka yang sudah biasa diajarkan dari dulu, ini hanya lah
sepele mungkin. Lah bagi saya yang baru pertama kali mendengar, ini adalah hal
yang SUPER sekali.
Misi ?
Tuesday, October 22, 2013 at 10:24 PM Labels: { curhat, perasaan, pernyataan } {0 comments}
Bismillaahirrahmannirrahiim..
Apa yang terjadi jika suatu yang
kau inginkan tiba-tiba berubah menjadi suatu yang kau takuti ?
Pernikahan, misalnya.
Siapa
yang tidak ingin menikah ? Semua pasti menginginkannya, hanya saja ada yang
menginginkannya sekarang, ada pula yang menginginkannya nanti. Saya, termasuk
yang dulunya menginginkan pernikahan pada usia dini. Usia dini yang saya maksud
pun adalah 21 tahun. Ya, saya menginginkan telah mempunyai pendamping hidup
pada umur sekian. Saya berpikir bahwa saya ingin mendidik anak saya secara
total tanpa terpaut umur yang jauh, sehingga kami bisa saling mengerti layaknya
seorang sahabat sebaya.
Tapi..
tiba-tiba perasaan itu berubah, saya menjadi takut. 21 tahun, hanya butuh
beberapa bulan lagi untuk mencapainya. Saya takut bukan karena khawatir tidak
mampu menemukan ‘nya’. Pun bukan takut karena khawatir akan gagal beradaptasi
dengan makhluk yang telah dituliskan Tuhan untuk menemani hidup saya. Karena,
saya percaya bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya menurut
pandangan-Nya. Sebenarnya saya hanya takut.. takut karena harus meninggalkan
mama dan abah di rumah. Takut karena tidak bisa tinggal satu atap lagi dengan
mereka, mereka yang sangat saya sayangi. Takut karena khawatir tidak dapat lagi
merasakan bagaimana rasanya bangun tengah malam dan menyadari bahwa mama tengah
masuk ke kamar hanya untuk mengusap kepala kita. Takut karena khawatir tidak
dapat lagi mendengar lantunan ayat suci yang dibacakan mama sehabis sholat
malam. Takut karena khawatir tidak dapat lagi dibangunkan tengah malam oleh
abah ataupun mama hanya untuk minum obat ketika tengah sakit. Takut karena
khawatir tidak dapat lagi merasakan bagaimana terbangun karena kompres yang
ditaruh mama dikepala ketika tengah demam. Ataupun takut karena khawatir tidak
dapat lagi mendengar panggilan abah yang menyebut nama saya hanya untuk
membangunkan karena waktu sholat shubuh telah masuk. Saya menjadi takut untuk
kehilangan rasa dari semua itu.
Pada
akhirnya saya mengerti.. Kenapa Allah belum ‘mempersadarkan’ saya akan identitas
seorang yang telah Ia titipkan sebagai pembimbing saya dalam hidup ini. Seorang
yang Ia titipkan untuk saya jaga dengan sepenuh hati, seorang yang bahagia -dunia
akhirat- nya yang akan saya jaga dengan erat seerat genggaman tangan anak kecil
pada ibunya. Dan ternyata, jawaban dari semua pertanyaan saya dahulu adalah..
karena memang saya yang masih belum siap untuk melakukan itu. Saya masih belum sanggup
untuk meninggalkan kehidupan saya sekarang yang dipenuhi dengan kehangatan
keluarga dan sahabat. Dan bahkan.. saya tidak tahu kapan kah saya dapat sanggup
dengan semua perubahan yang nantinya kau tawarkan.
Jika
kamu muncul sekarang, tentu saya masih belum mempunyai tenaga untuk berlari ke
arahmu. Sependek apapun jarak yang takdir berikan. Ya, saya hanya masih belum
bisa. Walaupun, saya benar menginginkan dan telah memimpikannya sedari dahulu, tapi ternyata mimpi dan kenyataan itu sekarang bertabrakan.
Subscribe to:
Posts (Atom)