Tuesday, January 8, 2013

Cerita dari Gunung Merapi


Assalamualaikum




Bismillaah..

Saya menyesali kebodohan saya untuk penyadaran diri yang terlambat ini.. Ternyata masih banyak banyak banyak dan sangat banyak orang yang membutuhkan bantuan dan kepedulian kita. Saya mengutuk kebodohan saya sendiri yang selama ini telah bersikap tidak peka terhadap masalah disekitar.

Malam ini memberikan sebuah arti tersendiri bagi hidup saya.. Cerita ini bukan untuk apa-apa, hanya sekedar share dari pemikiran seorang gadis bodoh yang berusaha keluar dari ketidakpekaannya.

Jadi dimulai lah cerita ini dari ketika saya selesai mengajar TPA anak kecil di desa kalidadap.

Entah angin apa, saya tertarik ikut mba zatta untuk mengajar di TPA gunung merapi tempat si mbah-mbah korban letusan mengungsi. Waktu mengajar di TPA mbah-mbah adalah selesai nya dari mengajar TPA anak kecil. Jadi jika TPA anak kecil dimulai dari jam 4 – maghrib. Maka TPA mbah-mbah dimulai dari maghrib – isya. Tempat TPA mbah-mbah itu adalah di shelter, yaitu sebuah pengungsian di dekat gunung merapi yang tidak terlewati oleh modus gembel, kalau ga salah sih (-__-) haha. Dari awal saya sudah pernah diperingatkan oleh pak sus bahwa jalan menuju kesana cukup jauh dan berbahaya, dan ternyata….. yah, beberapa kali saya memang hampir jatuh dan terserempet oleh truk, dan suhu nya pun lumayaaan dingin. Tapi Alhamdulillah nyawa saya masih bisa terselamatkan hingga sekarang. InsyaAllah masih disayang sama Allah.
          
Ketika sampai disana….. satu kata, Subhanallah.

Mesjid shelter tempat mengajar TPA nya memang masih bagus, tapi rumah ungsian penduduk korban bencana merapi terlalu…… mengasihankan. Bagaimana mungkin sebuah rumah yang hanya terbuat dari anyaman rotan bisa melindungi penghuni di dalamnya ? Bagaimana kalau hujan melanda ? Apalagi sekarang sedang musim hujan. Dan suhu di gunung pun tidak bisa disamakan dengan dinginnya suhu di kota, jauuuuh berkali-kali lipat lebih dingin suhu di gunung. Mengerikan, adalah kata pertama dalam benak saya ketika menyaksikan sendiri rumah ungsian korban merapi.

          Kehadiran saya disambut hangat oleh warga yang berada di mesjid, mereka semua ingin belajar ngaji. Ini si mbah-mbah loh yang belajar ngaji nya, subhanallah. Bahkan di usia senja pun mereka masih bersemangat untuk mempelajari kitab Allah. Sungguh saya malu pada diri saya yang malah masih malas dalam mempelajari lebih dalam kitab-Nya.


Tidak ada satu keluhan pun yang saya dengarkan keluar dari mulut mereka tentang kondisi ini. Seberat-beratnya masalah saya, belum pernah seberat masalah yang menimpa mereka sekarang. Kehilangan rumah dan terpaksa tinggal di hunian yang dindingnya hanya berasal kan dari rotan. Saya.. malu. Karena terlalu sering mengeluh untuk masalah yang sebenarnya sangat kecil. Saya pun malu dengan semangat mereka untuk mendekat kepada Allah SWT, besarnya semangat mereka mungkin mengalahkan semangat saya yang sangat kecil ini.

         Sayangnya beberapa hal yang membuat saya sedih.. pengajar yang datang hanya lah sedikit. Saat saya tadi disana, hanya ada mas arief dan mba zatta. Walau terkadang ada mba fanny, ka ojan, ka fajar, ka arief, ka dimas, dan retno yang juga berhadir. Namun TPA Shelter membutuhkan lebih kepedulian lagi dari para masyarakat, mereka membutuhkan lebih banyak pengajar yang mau mengajarkan baca Al Qur’an. Saya kecewa.. pada diri saya sendiri. Selama setengah tahun saya di Jogja, baru sekarang saya bisa peduli pada mereka. Saya yang selama ini selalu acuh pada mereka dan menolak untuk datang ke shelter. Entah bagaimana caranya meminta maaf pada Allah.


          Untuk sekarang, saya ingin berjanji untuk lebih peduli kepada masyarakat di sekitar yang membutuhkan bantuan saya. Saya ingin berguna selama saya hidup. Mungkin disini lah dakwah saya. Saya bukan orang yang bisa menasehati orang lain dengan baik seperti para ustadz-ustadz, namun saya harap disinilah pahala dakwah saya yang berkenan dan diterima oleh Allah.. walau hanya dengan mengajarkan Al Qur’an pada sebagian kecil orang, pada mereka yang ingin mempelajari kitab-Nya.

Mari kita semua mencoba lebih membuka mata dan mengeluarkan kepedulian terhadap orang disekitar.  Bukankah kita seharusnya malu ketika kita terlalu sibuk mengejar dunia dan melupakan untuk mendekat kepada-Nya ? Apa yang sudah kau lakukan ? Kau kira semuanya cukup untuk mengatakan dirimu telah berguna untuk agama Allah ?

Bergeraklah. Jangan berdiam. Jangan menunggu. Cari. Cari mereka yang membutuhkanmu. 

Disana dakwahmu. Lakukan sebanyak mungkin kebaikan untuk bekal akhiratmu nanti. Untuk orangtua, untuk penyelamat kamu dan keluargamu di hadapan Allah nanti.

Maaf untuk tulisan yang terkesan menggurui ini. Ini adalah tulisan yang saya tujukan kepada diri saya sendiri. Untuk mengingatkan betapa tidak berharga nya saya selama ini untuk agama Allah.


Mari sama-sama berubah.



 Mari ubah diri menjadi lebih berharga, hingga kelak orangtua maupun semua yang kau sayang bangga karena telah memiliki engkau. Engkau yang lebih peduli pada sesamanya.

Ingatlah, ketika kita mencoba berjalan mendekati-Nya, maka Ia akan berlari mendekat ke arah kita. Maka nikmat Tuhan manakah yang engkau dustakan ?



Tertanda
Yang masih belum terlalu banyak peduli,



Amanda Noviana


*note: saya tidak tahu bagaimana nanti jika saya harus meninggalkan Jogja. Jogja sudah terlalu banyak memberikan pelajaran dan arti yang mendalam bagi hidup saya.. saya bersyukur bisa memilih Jogja dahulu.. Takdir Tuhan memang selalu indah pada waktunya. Saya merasa sangat disayang oleh-Nya disini.. semoga kalian pun mendapatkan kebahagiaan yang serupa. Aamiin.*

 *Terimakasih pula untuk mba zata dan mas arief yang mengajarkan saya banyak hal malam ini tentang arti sebuah kehidupan..*




0 comments:

Post a Comment

Cerita dari Gunung Merapi


Assalamualaikum




Bismillaah..

Saya menyesali kebodohan saya untuk penyadaran diri yang terlambat ini.. Ternyata masih banyak banyak banyak dan sangat banyak orang yang membutuhkan bantuan dan kepedulian kita. Saya mengutuk kebodohan saya sendiri yang selama ini telah bersikap tidak peka terhadap masalah disekitar.

Malam ini memberikan sebuah arti tersendiri bagi hidup saya.. Cerita ini bukan untuk apa-apa, hanya sekedar share dari pemikiran seorang gadis bodoh yang berusaha keluar dari ketidakpekaannya.

Jadi dimulai lah cerita ini dari ketika saya selesai mengajar TPA anak kecil di desa kalidadap.

Entah angin apa, saya tertarik ikut mba zatta untuk mengajar di TPA gunung merapi tempat si mbah-mbah korban letusan mengungsi. Waktu mengajar di TPA mbah-mbah adalah selesai nya dari mengajar TPA anak kecil. Jadi jika TPA anak kecil dimulai dari jam 4 – maghrib. Maka TPA mbah-mbah dimulai dari maghrib – isya. Tempat TPA mbah-mbah itu adalah di shelter, yaitu sebuah pengungsian di dekat gunung merapi yang tidak terlewati oleh modus gembel, kalau ga salah sih (-__-) haha. Dari awal saya sudah pernah diperingatkan oleh pak sus bahwa jalan menuju kesana cukup jauh dan berbahaya, dan ternyata….. yah, beberapa kali saya memang hampir jatuh dan terserempet oleh truk, dan suhu nya pun lumayaaan dingin. Tapi Alhamdulillah nyawa saya masih bisa terselamatkan hingga sekarang. InsyaAllah masih disayang sama Allah.
          
Ketika sampai disana….. satu kata, Subhanallah.

Mesjid shelter tempat mengajar TPA nya memang masih bagus, tapi rumah ungsian penduduk korban bencana merapi terlalu…… mengasihankan. Bagaimana mungkin sebuah rumah yang hanya terbuat dari anyaman rotan bisa melindungi penghuni di dalamnya ? Bagaimana kalau hujan melanda ? Apalagi sekarang sedang musim hujan. Dan suhu di gunung pun tidak bisa disamakan dengan dinginnya suhu di kota, jauuuuh berkali-kali lipat lebih dingin suhu di gunung. Mengerikan, adalah kata pertama dalam benak saya ketika menyaksikan sendiri rumah ungsian korban merapi.

          Kehadiran saya disambut hangat oleh warga yang berada di mesjid, mereka semua ingin belajar ngaji. Ini si mbah-mbah loh yang belajar ngaji nya, subhanallah. Bahkan di usia senja pun mereka masih bersemangat untuk mempelajari kitab Allah. Sungguh saya malu pada diri saya yang malah masih malas dalam mempelajari lebih dalam kitab-Nya.


Tidak ada satu keluhan pun yang saya dengarkan keluar dari mulut mereka tentang kondisi ini. Seberat-beratnya masalah saya, belum pernah seberat masalah yang menimpa mereka sekarang. Kehilangan rumah dan terpaksa tinggal di hunian yang dindingnya hanya berasal kan dari rotan. Saya.. malu. Karena terlalu sering mengeluh untuk masalah yang sebenarnya sangat kecil. Saya pun malu dengan semangat mereka untuk mendekat kepada Allah SWT, besarnya semangat mereka mungkin mengalahkan semangat saya yang sangat kecil ini.

         Sayangnya beberapa hal yang membuat saya sedih.. pengajar yang datang hanya lah sedikit. Saat saya tadi disana, hanya ada mas arief dan mba zatta. Walau terkadang ada mba fanny, ka ojan, ka fajar, ka arief, ka dimas, dan retno yang juga berhadir. Namun TPA Shelter membutuhkan lebih kepedulian lagi dari para masyarakat, mereka membutuhkan lebih banyak pengajar yang mau mengajarkan baca Al Qur’an. Saya kecewa.. pada diri saya sendiri. Selama setengah tahun saya di Jogja, baru sekarang saya bisa peduli pada mereka. Saya yang selama ini selalu acuh pada mereka dan menolak untuk datang ke shelter. Entah bagaimana caranya meminta maaf pada Allah.


          Untuk sekarang, saya ingin berjanji untuk lebih peduli kepada masyarakat di sekitar yang membutuhkan bantuan saya. Saya ingin berguna selama saya hidup. Mungkin disini lah dakwah saya. Saya bukan orang yang bisa menasehati orang lain dengan baik seperti para ustadz-ustadz, namun saya harap disinilah pahala dakwah saya yang berkenan dan diterima oleh Allah.. walau hanya dengan mengajarkan Al Qur’an pada sebagian kecil orang, pada mereka yang ingin mempelajari kitab-Nya.

Mari kita semua mencoba lebih membuka mata dan mengeluarkan kepedulian terhadap orang disekitar.  Bukankah kita seharusnya malu ketika kita terlalu sibuk mengejar dunia dan melupakan untuk mendekat kepada-Nya ? Apa yang sudah kau lakukan ? Kau kira semuanya cukup untuk mengatakan dirimu telah berguna untuk agama Allah ?

Bergeraklah. Jangan berdiam. Jangan menunggu. Cari. Cari mereka yang membutuhkanmu. 

Disana dakwahmu. Lakukan sebanyak mungkin kebaikan untuk bekal akhiratmu nanti. Untuk orangtua, untuk penyelamat kamu dan keluargamu di hadapan Allah nanti.

Maaf untuk tulisan yang terkesan menggurui ini. Ini adalah tulisan yang saya tujukan kepada diri saya sendiri. Untuk mengingatkan betapa tidak berharga nya saya selama ini untuk agama Allah.


Mari sama-sama berubah.



 Mari ubah diri menjadi lebih berharga, hingga kelak orangtua maupun semua yang kau sayang bangga karena telah memiliki engkau. Engkau yang lebih peduli pada sesamanya.

Ingatlah, ketika kita mencoba berjalan mendekati-Nya, maka Ia akan berlari mendekat ke arah kita. Maka nikmat Tuhan manakah yang engkau dustakan ?



Tertanda
Yang masih belum terlalu banyak peduli,



Amanda Noviana


*note: saya tidak tahu bagaimana nanti jika saya harus meninggalkan Jogja. Jogja sudah terlalu banyak memberikan pelajaran dan arti yang mendalam bagi hidup saya.. saya bersyukur bisa memilih Jogja dahulu.. Takdir Tuhan memang selalu indah pada waktunya. Saya merasa sangat disayang oleh-Nya disini.. semoga kalian pun mendapatkan kebahagiaan yang serupa. Aamiin.*

 *Terimakasih pula untuk mba zata dan mas arief yang mengajarkan saya banyak hal malam ini tentang arti sebuah kehidupan..*




0 comments: