Diceritakan dalam sebuah kisah
tentang seorang gadis biasa yang menyukai pangeran. Namun, ibu dari sang gadis
tidak menyetujuinya dikarenakan beberapa alasan. Salah satunya adalah karena adanya
ketidakinginan melihat kesedihan putrinya yang bertahan dalam kisah kasih yang
diam. Singkat kata, ibunya akhirnya berusaha menjodohkan anak gadisnya tersebut
dengan lelaki lainnya. Namun, sang gadis tetap keras kepala. Hingga.. pada
suatu saat akhirnya ia pun menyerah. Menyerah bukan karena ia mulai membenci
sang pangeran, namun menyerah karena ia tahu pangeran akan lebih bahagia jika
hidup dengan perempuan yang lainnya, perempuan yang mungkin lebih pantas
untuknya. Sang Ibu pun riang bukan main, namun juga sedih melihat betapa gadisnya
bertutur dengan jujur tentang perasaan ikhlas yang ia tujukan dalam melepas sang
pangeran. Sang Ibu berhenti menjodohkan gadisnya dalam beberapa waktu. Akhirnya,
sang gadis merasa bahagia dengan perasaan sendirinya tanpa harus cemas
memikirkan apakah orang yang sedang ia pikirkan sedang dipeluk bahagia atau
tidak, apakah ia bisa tidur nyenyak atau malah sedang bermimpi buruk, apakah
senyum tetap mengembang atau bahkan sedang tertahankan oleh dunia yang kadang iseng
ingin mengujinya, dan.. ya sang gadis saat ini hanya tidak harus memikirkan
tentang semua itu lagi. Ya, gadis itu merasa dirinya sendiri sedang bahagia. Ia sekarang
hanya butuh memikirkan keluarga, sahabat, dan dirinya sendiri, dan terpenting
adalah Tuhannya. Dalam kenyamanannya, ibu sang gadis ternyata mulai berpikir
lain dan mengira ini adalah saat yang tepat untuk kembali mendatangkan seorang
yang lain ke dalam kehidupan gadisnya. Namun sang gadis sama sekali tidak menginginkan
hal tersebut. Ia kembali menolak mati-matian keinginan sang ibu. Ibunya pun
mati-matian mengusahakan dengan segala cara yang ada. Akhirnya, sang gadis pun sudah
lelah dengan pertemuan-pertemuan tidak sengaja yang ternyata sengaja diatur oleh
ibunya, ia pun kembali menjelaskan kepada Ibunya bahwa ia ingin menemukan
sendiri seorang yang akan ia sukai. Seorang yang ia inginkan untuk menemani hidupnya
dalam berpuluh tahun bahkan sampai kematian yang memisahkan. Ia mempunyai luka yang masih basah,
dan tidak sembarang orang mampu menyembuhkannya. Ibunya masih tidak mengerti. Atau mungkin mengerti, hanya saja ibunya mempunyai jalan pemikiran yang berbeda dengan anak
gadisnya. Persepsi kebahagiaan yang mungkin diartikan dengan berbeda.
Sang gadis mencoba menulis surat,
surat yang entah kapan akan sampai ke tangan ibunya, karena ia pun tak mempunyai keberanian dalam mengirimkannya.