Bismillaahirrahmannirrahiim..
Apa yang terjadi jika suatu yang
kau inginkan tiba-tiba berubah menjadi suatu yang kau takuti ?
Pernikahan, misalnya.
Siapa
yang tidak ingin menikah ? Semua pasti menginginkannya, hanya saja ada yang
menginginkannya sekarang, ada pula yang menginginkannya nanti. Saya, termasuk
yang dulunya menginginkan pernikahan pada usia dini. Usia dini yang saya maksud
pun adalah 21 tahun. Ya, saya menginginkan telah mempunyai pendamping hidup
pada umur sekian. Saya berpikir bahwa saya ingin mendidik anak saya secara
total tanpa terpaut umur yang jauh, sehingga kami bisa saling mengerti layaknya
seorang sahabat sebaya.
Tapi..
tiba-tiba perasaan itu berubah, saya menjadi takut. 21 tahun, hanya butuh
beberapa bulan lagi untuk mencapainya. Saya takut bukan karena khawatir tidak
mampu menemukan ‘nya’. Pun bukan takut karena khawatir akan gagal beradaptasi
dengan makhluk yang telah dituliskan Tuhan untuk menemani hidup saya. Karena,
saya percaya bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya menurut
pandangan-Nya. Sebenarnya saya hanya takut.. takut karena harus meninggalkan
mama dan abah di rumah. Takut karena tidak bisa tinggal satu atap lagi dengan
mereka, mereka yang sangat saya sayangi. Takut karena khawatir tidak dapat lagi
merasakan bagaimana rasanya bangun tengah malam dan menyadari bahwa mama tengah
masuk ke kamar hanya untuk mengusap kepala kita. Takut karena khawatir tidak
dapat lagi mendengar lantunan ayat suci yang dibacakan mama sehabis sholat
malam. Takut karena khawatir tidak dapat lagi dibangunkan tengah malam oleh
abah ataupun mama hanya untuk minum obat ketika tengah sakit. Takut karena
khawatir tidak dapat lagi merasakan bagaimana terbangun karena kompres yang
ditaruh mama dikepala ketika tengah demam. Ataupun takut karena khawatir tidak
dapat lagi mendengar panggilan abah yang menyebut nama saya hanya untuk
membangunkan karena waktu sholat shubuh telah masuk. Saya menjadi takut untuk
kehilangan rasa dari semua itu.
Pada
akhirnya saya mengerti.. Kenapa Allah belum ‘mempersadarkan’ saya akan identitas
seorang yang telah Ia titipkan sebagai pembimbing saya dalam hidup ini. Seorang
yang Ia titipkan untuk saya jaga dengan sepenuh hati, seorang yang bahagia -dunia
akhirat- nya yang akan saya jaga dengan erat seerat genggaman tangan anak kecil
pada ibunya. Dan ternyata, jawaban dari semua pertanyaan saya dahulu adalah..
karena memang saya yang masih belum siap untuk melakukan itu. Saya masih belum sanggup
untuk meninggalkan kehidupan saya sekarang yang dipenuhi dengan kehangatan
keluarga dan sahabat. Dan bahkan.. saya tidak tahu kapan kah saya dapat sanggup
dengan semua perubahan yang nantinya kau tawarkan.
Jika
kamu muncul sekarang, tentu saya masih belum mempunyai tenaga untuk berlari ke
arahmu. Sependek apapun jarak yang takdir berikan. Ya, saya hanya masih belum
bisa. Walaupun, saya benar menginginkan dan telah memimpikannya sedari dahulu, tapi ternyata mimpi dan kenyataan itu sekarang bertabrakan.
Jadi, bagaimana bila suatu yang diinginkan
berubah menjadi suatu yang ditakuti sekarang ?
Bahkan jika ini
adalah permintaan yang egois, saya akan tetap mengatakannya padamu dengan penuh
rasa bersalah. Tolong.. tetaplah bersembunyi dahulu, hingga saya siap di suatu
hari nanti.
P.s : di suatu hari nanti, ketika
kamu hadir, saya akan memohon kepadamu dengan sangat untuk mempunyai tempat tinggal
yang berdekatan dengan orangtua saya. Saya ingin mengabdi kepada mereka. Ingin
memastikan kebahagiaan dan kebutuhan mereka telah sangat tercukupi seperti
kehidupan yang mereka berikan kepada saya sekarang. Pun saya tidak akan lupa
untuk menjaga dan memastikan kebahagiaan orangtua mu pula. Kita harus membangun keluarga yang
sukses –dunia akhirat- untuk membahagiakan orangtua kita dimasa depan, pun demi
keturunan kelak. Hei, bagaimana jika kita jadikan itu sebagai misi kita ? Hingga kita yang sekarang
harus mulai berlomba bekal untuk menjadi sukses sampai kita bertemu nanti.
0 comments:
Post a Comment