Bismillahirrahmannirrahiim
“ Kenapa sih Manda harus les
di tempat yang Manda takuti setiap ingin melangkahkan kaki kesana ? Kenapa
setiap mau les, Manda selalu minta doakan mama ? Seberapa menakutkan kah ? Tapi
kenapa Manda masih tetap ingin kesana ? “ –
Mungkin seperti ini perkataan mama
jika di translate ke bahasa Indonesia.
…………………………………………..
Hari ini saya merasa sukses, karena
berhasil menguasai suatu materi di les walaupun gak ada mbak Indry maupun Dimas
yang selalu duduk di dekat saya. Curang, mereka berdua tiba-tiba serempak untuk
tidak masuk les. Walaupun sebenarnya dengan si Dimas belum bisa dibilang akrab
juga sih. Hanya karena dia yang selalu menjadi partner tempat duduk disebelah
kanan saya, otomatis ia selalu menjadi tempat pembuangan pertanyaan saya ketika
mbak Indry juga tidak mengerti dengan materi. Sebenarnya juga ada Riska, tapi
Riska selalu duduk ditempat yang jauh sehingga sulit untuk bertanya kepadanya.
Biasanya, ketika mba Indry gak masuk
les, saya juga memutuskan untuk gak masuk les. Pernah saya memiliki pengalaman
gak menyenangkan sebelumnya ketika mba Indry dan Riska sama-sama gak
masuk les, dan saya pun sendirian di malam itu. Lalu Herr Uki meminta setiap
anak berpasangan untuk membuat sebuah drama dalam bahasa Jerman, maka mati lah
saya, karena saya takut jika harus berpasangan dengan laki-laki.
“ Ya, manda dengan wawan ya “
– ucap Herr Uki sambil menunjuk pria yang duduk disebelah saya.
Saya melihat ke arah Wawan.
Kelihatannya sih baik, dan ternyata……………… memang baik. Hanya saja ia
menyebalkan, sangat. Kebanyakan teman-teman disana berbicara dengan sangat
ramah kepada saya, tapi dia berbeda, dia berbicara dengan nada yang
benar-benar…………. nyolot. Akhirnya ketika kami tampil membawakan drama, kami
malah saling nyolot satu sama lain dan jadi bahan tertawaan di depan
kelas. Tapi, kenapa saya mengatakan dia baik ? Karena dia mau menurunkan grade dia
( yang wuuuh udah tinggi banget ) untuk saya yang masih belum lancar dalam
bahasa Jerman, sehingga dialog-dialog yang kami buat hanyalah kalimat-kalimat
sederhana saja. Si Wawan itu hanya gaya bicaranya saja yang nyebelin, tapi
setiap perkataan nya tidak pernah bermaksud menyakiti hati orang lain. Dia
hanya suka bercanda, tapi dengan nada bicara sok cool dan
nyolot. Gara-gara pengalaman itu lah, saya benar-benar merasa takut jika harus
masuk les tanpa mba Indry. Karena jika ada mba Indry, kami selalu dipasangkan
berdua. Bukan sama si orang nyolot tadi. Ya Allah, maafkan aim Ya Allah.
Dan… malam ini mba Indry lagi-lagi
gak masuk, lengkap dengan Dimas. Paket komplit. Mereka tega sekali meninggalkan
saya sendirian di kelas. Seperti biasa pula, Riska pun duduk jauh di seberang
sana. Tapi keajaiban terjadi, tiba-tiba saya menjadi mudah dalam
menangkap pelajaran tanpa harus bertanya sana-sini. Ketika disuruh mengerjakan
soal-soal pun saya dapat mengerjakannya dengan benar. Bahkan walau tidak ada
mereka, saya tetap merasa nyaman di kelas. Mungkin ini yang dinamakan
keterbiasaan. Saya mulai suka berada di kelas. Karena beberapa hari ini saya
selalu tertawa dan bahagia jika berada di tempat les. Sesulit apapun materi
yang dijelaskan, tidak pernah bisa menghilangkan tawa yang tertera di wajah
saya. Mulai dari Herr Uki (pengajar) yang pandai melawak di depan kelas, sampai
dengan teman-teman yang selalu bertindak konyol dan blak-blak an.
Kelas sudah benar-benar seperti keluarga. Kelas ini berbeda keakrabannya dengan
kelas lain tempat saya pernah les, seperti saat di LIA misalnya. Kekeluargaan
disini lebih erat, dan satu sama lain benar-benar saling peduli. Mungkin karena
kelas dominan diisi dengan kaum cowok, sedangkan di Lia kemarin dominan dengan
kaum hawa. Saya bukan penganut psikologi sosial sih ( interest saya
lebih ke psikologi perkembangan) , tapi sepertinya memang saya pernah mendengar
sebuah teori sosial yang menyatakan bahwa persahabatan diantara
cowok-cowok yang belum saling mengenal itu lebih mudah terbentuk dengan erat
dibanding cewek-cewek.
Sebenarnya saya memang takut sih
untuk berangkat les karena banyaknya cowok yang ada di dalam kelas, tapi pada
akhirnya saya benar-benar merasa nyaman ketika telah berada di sana. Mungkin
karena mereka sangat menyenangkan, humoris, dan baik. Walau begitu, tetap saja
saya tidak mudah akrab dengan mereka, dan selalu berlindung dibalik mba Indry..
Tapi, saya benar-benar menganggap mereka seperti keluarga. Ditambah, hari
minggu ini kami bakal ditraktir sama mas Bagus untuk dinner makanan
Europe di rumahnya. Yeeeeay. Makan-makan. Tapi sedihnya, itu pun sekaligus
sebagai acara perpisahan kami atas sisa pertemuan les yang hanya tinggal 6
pertemuan, 2 minggu lagi lebih tepatnya. Setelah terbiasa saling berkumpul dan
bertatap muka 3x dalam seminggu, tiba-tiba saja nanti akan terpisah dan sibuk
dengan urusan masing-masing lagi. Sedih sekali rasanya. Saya tidak
menyangka, bahwa saya bisa merasakan rasa yang sesedih ini ketika membayangkan
akan adanya perpisahan dengan mereka, para orang-orang konyol itu. Tempat penghiburan
saya untuk selalu tertawa ketika sedang dilelahkan oleh aktivitas seharian.
Tempat saya kembali tersenyum ketika sedang merasa sedih atas kejadian-kejadian
seharian.
Lagi. Saya menemukan sebuah rumah
singgah yang membuat saya selalu ingin memasukinya. Dan saya tidak pernah
menyangka, bahwa tempat les saya sekarang lah jawabannya. Sesulit apapun materi
yang saya dapatkan, disana selalu menjadi tempat untuk membagi tawa dan
senyum-senyum kecil. Kelas Augsburg.
Mungkin memang benar apa yang
dikatakan orang, ketika apa yang selalu kau khawatirkan mulai menghilang maka
disaat itulah kau akan mulai merindukannya.
Terimakasih.. Mbak Indry, mbak Erni,
Riska, Dimas, mas Bagus, Edo, Ido, Bobi, Bimo, wawan, mas Irvand, mas Fachmi,
dan Hari. Dan tentu Herr Uki, pengajar paling baiiiik, paling sabaar, paling
ramah, paling humoris, dan paling saya hormati. Pengajar terbaik pokoknya.
Fyuh.
Ini, benar-benar menyebalkan.
Mereka mendapatkan
hati saya.
*p.s :
" Manda jangan
pernah takut. Karena kemanapun Manda memutuskan untuk melangkah, mama mendoakan agar Manda selalu dikelilingi oleh orang-orang yang baik " -
Mama.
0 comments:
Post a Comment